Rabu, 08 September 2010

Cinema Cinema volume 27

cr: kyara via watchful21 edited by me

Laporan syuting Ashita no Joe dan wawancara dengan Yamashita Tomohisa

Akhirnya, diumumkan!
Ashita no Joe
Rilis Februari 2011
Langsung dari lokasi syuting: laporan dan wawancara dengan Yamashita Tomohisa!

Yamashita Tomohisa memerankan tokoh utama, Yabuki Joe, di film yang-banyak-dibicarakan-ini, Ashita no Joe.
Syuting dimulai tahun ini, dari bulan Maret sampai Mei.
Kami mengunjungi lokasi syutingnya pada akhir April di daerah Kawasaki, jadi, bersama dengan laporan tentang proses syutingnya, kami juga mewawancara Yamashita saat syuting selesai!!

Part 1. Laporan Syuting
Joe dan Rikiishi, membentuk tubuhnya sampai maksimal.

Pembuatan Korakuen Hall sekitar tahun 40an saat era Showa yang luar biasa

Sebuah gymnasium tua dengan tempat duduk penonton yang terbuat dari kayu diletakkan di sekeliling ring tinju. Sekitar 500 orang berperan sebagai penonton, semuanya mengenakan pakaian dan bergaya rambut seperti di zaman Showa era 40an, dan juga menciptakan atmosfer Korakuen Hall di masa itu.

Di atas ring ada Yamashita Tomohisa, berperan sebagai Yabuki Joe, dan Iseya Yusuke, yang berperan sebagai Rikiishi Toru. Saat itu sedang direkam scene pertarungan puncak antara Joe dan Rikiishi. Di balik kulit yang tipis dan sedikitnya otot yang terlihat, tubuh mereka membentuk tubuh seorang petinju. Lebih banyak kehilangan berat badan dibanding Joe, Iseya menghadapi scene penuh perhitungan ini dengan tidak makan dan minum selama 4,5 hari.

Rikiishi mengayunkan sebuah upper cut ke wajah Joe, yang menjatuhkan kedua lengannya di sisi tubuh sesuai dengan strategi non-defensif-nya, tapi Joe berhasil menghindar dengan mengayunkan tubuh bagian atasnya. Rangkaian gerakan itu direkam berulang-ulang dari berbagai sisi. Saat istirahat, Sutradara Sori Fumihiko naik ke atas ring dan memberi petunjuk dengan banyak detail tentang ayunan pukulan Iseya dan gerakan menghindar Yamashita. Sang sutradara, yang mengawali karirnya lewat film Ping Pong, menciptakan suatu ekspresi yang terkesan novelis, dan sifatnya yang pilih-pilih tentang banyak hal, bisa dirasakan di mana pun.

Namun, atmosfer yang sesuai terasa di lokasi syuting. Selama rehat syuting, Yamashita melakukan push up di atas ring, sementara Iseya berkeliling ring dan bergaya seperti sedang memukul Joe. Ketika para penonton melihatnya, mereka memberi semangat, “Ayo Joe, semangat!” Rasanya memang seperti sedang berada di era Showa tahun 40an.

Part 2. Interview

Berakting sebagai Yabuki Joe, Yamashita Tomohisa.

Baik jiwa dan raganya terbakar semangat serta ia memberikan segenap kemampuannya saat syuting Ashita no Joe. Sebagai seorang aktor dan orang biasa, Yamashita melihat kembali ke hari-hari di mana ia menerima pekerjaan yang luar biasa ini.

Aku ingin menciptakan Joe yang berjuang di tinju dan mengakui pentingnya satu aspek tersebut

Aku menjalani pekerjaan ini dengan segala kemampuan yang aku punya

Semua orang tahu tentang Ashita no Joe. Sampai sekarang Ashita no Joe adalah manga Jepang yang disukai banyak orang. Menjadikannya sebuah live action akan menimbulkan pro dan kontra, tentu saja salah satunya adalah tentang aku yang akan memerankan Joe. Hal ini menimbulkan tekanan tersendiri pada diriku dan aku merasakannya. Memikirkannya dengan sederhana, aku sebagai aktor , akan berpartisipasi di dalamnya adalah sesuatu yang sangat signifikan, dan di saat yang bersamaan sangat senang atas terpilihnya aku sebagai pemeran utama. Menurutku, itu adalah suatu takdir bahwa aku mengetahui tentang Joe dan karenanya aku akan melakukannya dengan segenap kemampuan yang aku punya. Aku memiliki perasaan positif tentangnya.

Apa yang terus menerus aku pikirkan adalah bagaimana mendekati karakter Joe tanpa harus merusak karya aslinya. Menurutku, semua orang, baik aktor dan staf memikirkan hal yang sama. Setelah itu, barulah aku memikirkan bagaimana caranya memiliki semangat yang sama seperti Joe. Jika Joe tidak bersinar (dengan semangatnya itu), walaupun bahkan ketika dia sedang tidak bertinju, maka itu bukanlah hal yang bagus, kan? Biasanya aku bukan tipe orang yang mudah marah, jadi awalnya aku sulit menempatkan diri untuk memiliki watak yang sama seperti Joe. Selama proses syuting berlanjut, perlahan-lahan aku dapat merasakan apa yang Joe rasakan. Walaupun karena itu, aku jadi ikut terbawa mudah marah terhadap hal-hal yang kecil sekalipun, ha2..

Alasan aku bisa memiliki semangat yang sama seperti Joe adalah karena kekuatan orang-orang yang ada di sekelilingku begitu besar. Kagawa-san dan Iseya-san memiliki semangat beberapa kali, bahkan sepuluh kali lebih kuat, dan semangat itu secara alami membuatku ikut terbawa. Khususnya dari seorang fans tinju yang antusias seperti Kagawa-san, aku menerima arahan semangat, baik untuk tinju maupun akting. Dia sering mengatakan hal-hal seperti, “Joe! Begini seharusnya kau memukul!” “Scene ini memiliki emosi seperti ini!” Tentu saja, sebagai seorang partner, Kagawa-san adalah pedangku, ha2.. Melakukan hal ini bersama dengan Kagawa-san adalah aset yang berharga. Iseya-san juga, berperan sebagai Rikiishi, dia terus mengatakan padaku, “Berikan seluruh kemampuanmu!”, terasa nyata sekali. Selama proses syuting berlanjut, kami perlahan-lahan dapat bekerja sama dengan mulus. Awalnya, aku takut sekali jika dipukul, tapi lama-kelamaan aku malah merasa “Aku tidak akan kalah!” Perasaan itu sangat mewakili perasaan Joe terhadap Rikiishi. Dengan saling memukul satu sama lain, adrenalin kami mengalir deras dan akhirnya kami benar-benar memberikan seluruh kemampuan yang kami miliki.

Di scene tinju, jika kau salah melangkah, maka kau akan berakhir dengan cedera parah, jadi aku sangat memperhatikan akurasi. Di berbagai sisi, setiap scene terasa berat (secara fisik). Jika kau makan sebelum syuting, itu akan tampak di rekaman, jadi biasanya kami tidak akan makan sebelum scene pertarungan tinju. Karena hal itu, ditambah lagi dengan segala latihan dan saling memukul satu sama lain ..... well, seseorang akan menjadi mudah marah. Menurutku, ada beberapa scene di mana kami benar-benar saling berteriak, ha2.. Yang aneh adalah, aku mencapai titik di mana aku tiba-tiba berhenti merasa takut dipukul dan memukul. “Jika kau memang ingin seperti itu, maka lakukanlah!”, yah.. seperti itulah, ha2.. Aku bahkan sering tidak menyadari letak kamera. Kagawa-san bilang, “Seorang aktor tidak akan bagus jika ia tidak bisa menerima pendapat orang lain.” Aku sedikit banyak mengerti maksudnya. Menurutku, itu adalah pengalaman yang bagus bagi seorang aktor. Sebenarnya, aku memang kadang-kadang bertinju sebelum ini, tapi aku menjadi lebih menyukainya setelah melakukan pekerjaan ini. Ketika kami benar-benar saling memukul, walaupun kami bukan Joe dan Rikiishi, ada perasaan simpati di hati kami yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ketika perasaan dua orang pria bertemu seperti itu, rasanya sangat menyenangkan. Yang paling penting adalah karena tubuh kami menjadi sangat tegang. Perutku sering sekali mengencang. Aku merekomendasikan ini untuk orang-orang yang ingin berdiet. ... walaupun sangat sulit mencapai titik ini, ha2.. Syuting scene yang sulit berakhir dengan baik, tanpa seorang pun yang cedera, dan sekarang aku merasa lega. Karena merupakan suatu hal yang tidak mungkin, jika aku melakukan semuanya dengan kekuatanku sendiri. Aku berterima kasih atas semua semangat dan kerja sama yang aku terima dari kalian semua, mulai dari Kagawa-san dan Iseya-san, dan juga kepada orang-orang yang menghiburku, aku jadi bisa melakukannya. Khususnya untuk scene pertarungan tinju, banyak orang yang datang dari pagi sampai malam, tetap tinggal meskipun syuting sudah melewati waktu yang ditentukan, dan terus memberikan semangat kepada kami. Bersama dengan kekuatan Ashita no Joe, dapat menyelesaikan pekerjaan ini bersama-sama dengan kalian semua sungguh membuatku sangat senang. Bahkan ketika aku sedang tidak di set (syuting), jika topik percakapannya adalah tentang syuting film, beberapa orang memberiku semangat, “Kau Joe, kan? Lakukanlah yang terbaik!” Respon yang diterima sangat baik, jadi aku yakin kalau ini akan menjadi karya yang bagus, tanpa keraguan sedikit pun. Syuting akhirnya selesai, namun masih banyak hal yang harus dilakukan oleh sutradara, seperti promosi. Aku akan menunggu penyempurnaan karya ini, sambil tidak melupakan emosi seorang Joe ..... walaupun menurutku, tidak mudah melupakannya, sampai-sampai saking impresifnya, saat aku melihat foto-foto dari beberapa scene, ingatanku langsung segar kembali, ha2..

Ketika aku membaca karya aslinya sebelum syuting dimulai, aku merasakan kebaikan orang-orang Jepang di masa itu. Setiap orang penuh dengan energi dan haus akan semangat. Khususnya Joe, yang mengalami beberapa cobaan namun terus berjuang tanpa menyerah. Aku merasa dia hidup untuk sesuatu yang berharga. Sepanjang film, terlihat seperti ada pedang yang mengatakan kepada Joe, “Jika kau tidak menghidupi dirimu dengan suatu yang berharga, maka tidak akan ada hari esok.” Kata-kata itu membuatku merefleksikan diri, seperti Joe yang mengerahkan seluruh kekuatannya dalam tinju, penting sekali kita memfokuskan diri kita untuk satu hal yang berharga. Menurutku, lebih baik hidup seperti itu daripada hidup tidak tentu arah. Hal itu, lebih dari apa pun, membawa perasaan yang lebih baik akan hari esok, ya kan? Membandingkan hari ini dengan masa lalu, kita saat ini hidup dengan banyak materi dan banyak pilihan. Menurutku, hidup seperti yang Joe lakukan saat itu adalah hidup yang sulit, dan aku ingin mengekspresikan pentingnya hal yang kurasakan itu selama syuting, untuk orang-orang muda saat ini. Pesan itulah yang dibawa oleh karya aslinya, jika pesan ini bisa tersampaikan ke banyak orang melalui film ini, maka itu akan membuat kami sangat senang.

Translated from: suketeru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar